Senin, 31 Mei 2010

Taman Bacaan dan Sukses Triyan

  • Oleh Agus M Irkham
ADALAH Fitriyan Dwi Rahayu. Siswa SMP Negeri 1 Karanganyar, Kabupaten Kebumen, itu tidak saja ditelepon Presiden SBY, tapi juga dicium Gubernur Bibit Waluyo. Telepon dan cium itu didapatkan Triyan, sapaan akrabnya,  lantaran dia memeroleh nilai ujian nasional (UN) tertinggi tingkat nasional.  Nilai yang dicapai dari 4 mata pelajaran hampir sempurna yakni 39,8 atau dengan nilai rata-rata 9,95.

Apa rahasianya, hingga Triyan mampu mendapatkan nilai hampir sempurna? Ini yang tidak banyak diungkap, salah satunya adalah karena ia rajin membaca. Membaca apa saja. Kebetulan rumah orang tuanya, menjadi tempat perpustakaan umum kelurahan (TBM, taman bacaan masyarakat). Tidak kurang 5.000 eksemplar buku dan majalah terdapat di TBM tersebut.

Di sinilah Triyan banyak menghabiskan waktu menurutkan kegemarannya membaca. Kebiasaan membaca tersebut membuat Triyan merasa lebih mudah saat  memelajari/belajar sesuatu. Apa pun itu. Termasuk mata pelajaran sekolah. Buat penyuka novel Laskar Pelangi ini, membaca sama dengan belajar.

TBM merupakan salah satu program aksi peningkatan dan pengembangan budaya baca. Program ini digagas sebagai bentuk sikap afirmatif pemerintah Indonesia terhadap Prakarsa Keaksaraan untuk Pemberdayaan (Literacy Initiative for Empowerment-LIFE) canangan UNESCO. Inisiatif tersebut dipahami sebagai kerangka kerja strategis global sebagai kunci mekanisme pelaksanaan untuk mencapai tujuan dan sasaran Dasawarsa Keaksaraan PBB (United Nations Literacy Decade-UNLD) pada skala internasional.

Secara khusus TBM dimaksudkan pula untuk mendukung program pendidikan keaksaraan sehingga para aksarawan baru tidak menjadi buta aksara kembali akibat ketiadaan sarana pendukung untuk mempertahankan kemampuan membaca. Dengan deskripsi yang berbeda, TBM merupakan sarana pembelajaran dan hiburan masyarakat, serta sarana untuk memperoleh informasi.

Harapannya pada masyarakat masyarakat akan tumbuh minat, kecintaan, serta kegemaran membaca dan belajar,  sehingga dapat memperkaya pengetahuan, wawasan tentang perkembangan ilmu pengetahuan, pemahaman norma dan aturan, sekaligus juga dalam hal pemberdayaan masyarakat. (Dikmas, 2009).

Sampai dengan akhir 2007, jumlah TBM di Jawa Tengah tak kurang ada 281. Cukup tinggi mengingat tahun 2003-2005 masih 139. Peningkatan jumlah tersebut erat kaitannya dengan program pengentasan buta huruf yang digeber pemprov. Hal ini wajar karena angka buta huruf masih terbilang tinggi.
Tingkat Kemiskinan Sampai dengan akhir 2008, jumlah penduduk buta aksara berusia 15 tahun ke atas 1.872.694 orang (674.170 laki-laki, dan 1.198.524 perempuan). Jumlah total itu sekitar 7,80 persen dari total angka buta huruf nasional yang berjumlah 10.162.410 orang. Jumlah penduduk buta huruf tersebut, jika dilihat dari angka absolutnya—dibandingkan dengan 32 provinsi lainnya—Jawa Tengah menduduki peringkat kedua, setelah Jawa Timur. Padahal berdasarkan riset literasi  UNESCO ada pertalian erat antara kebutahurufan dan  tingginya tingkat kemiskinan.

Berdasarkan beberan angkaa tersebut, fokus kegiatan TBM memang belum bisa dilepaskan dari program pengentasan buta huruf dan ’’merawat’’ yang sudah melek huruf agar tidak kembali menjadi buta huruf. Hanya saja, andai kedua fokus kegiatan tersebut 100 persen tercapai, pertanyaan besarnya adalah program apa lagi yang harus dilayankan ke masyarakat?

Pada titik itu, saya kira kisah sukses Triyan mendapati dasarnya. TBM harus pula memberikan fasilitasi pada anak-anak sekolah (siswa) baik SD, SMP, maupun SMA. Bentuk fasilitasi itu berupa penyediaan buku bermutu, penuh inspirasi, memberdayakan, serta sesuai dengan tingkat kebutuhan (preferensi) siswa. Ini penting, karena hanya pada siswa yang gemar membaca sajalah, mata pelajaran rumit dapat dipahami secara lebih mudah. 
Selain itu banyak membaca akan memberikan pula beragam perspektif kepada siswa.

Mereka akan mengenakan banyak ’’kacamata’’ saat memandang satu situasi. Yang tak kalah penting, melalui aktivitas membaca mereka akan dihadapkan pada satu dunia yang penuh dengan kemungkinan, harapan, kesempatan, dan cita-cita. (Rahmawati-Ed, 2002).

Perluasan kelompok sasaran TBM ini sekaligus bisa melengkapi, untuk tidak menyebut menutupi, bolongnya sistem di pendidikan (sekolah) kita. Lubang itu berupa kondisi perpustakaan sekolah yang hidup segan mati tak mau. Adanya tidak menggenapkan, ketiadaannya tidak mengganjilkan. (10)

— Agus M Irkham, editor dan penulis buku, Kabid Penelitian dan Pengembangan Pengurus Pusat Forum TBM

sumber : http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2010/05/22/110403/10/Taman-Bacaan-dan-Sukses-Triyan-
READ MORE - Taman Bacaan dan Sukses Triyan

Senin, 24 Mei 2010

Minat Belajar Anak Besar Jika di Rumah Ada 20 Buku Bacaan

img
Ilustrasi (foto: getty images)

AN Uyung Pramudiarja - detikHealth

Nevada, Tidak peduli latar belakang pendidikan orang tua, pekerjaan maupun kelas sosial, pengaruh buku bacaan terhadap minat belajar ternyata cukup besar. Tak perlu banyak-banyak, sebuah penelitian membuktikan bahwa 20 buku sudah bisa memberikan efek tersebut.

Dikutip dari Telegraph, Selasa (25/5/2010), penelitian yang dilakukan di Nevada University ini dilatarbelakangi oleh rendahnya minat baca di sekolah. Guru cenderung mengabaikan pentingnya baca buku, dan beralih ke Lembar Kerja Siswa (LKS) demi mengejar target lulus ujian.

Michael Rosen, seorang mantan penulis buku untuk anak prihatin melihat hal itu. Menurutnya banyak anak yang menjalani pendidikan formal selama sekian tahun, tanpa pernah membaca buku meski hanya untuk satu jilid novel.

Padahal efek dari membaca terhadap minat belajar cukup signifikan. Penelitian membuktikan, anak yang sejak kecil banyak membaca cenderung untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi.

Penelitian yang dimuat dalam jurnal Research in Social Stratification and Mobility tersebut telah membuktikan hal itu. Tidak bisa dianggap remeh, sebab penelitian tersebut melibatkan tak kurang dari 70.000 orang dari 27 negara.

Terungkap dalam penelitian itu, koleksi sebanyak 500 judul buku dapat memperpanjang waktu yang dihabiskan seorang anak untuk menempuh pendidikan. Rata-rata anak tersebut menempuh pendidikan 3 tahun lebih lama
dibandingkan yang kurang banyak membaca.

Di beberapa negara seperti China, efeknya terhadap minat studi lebih panjang yakni hingga 6 tahun. Sementara di Amerika Serikat hanya 2 tahun lebih lama.

Artinya, anak tersebut tidak berhenti pada jenjang pendidikan tertentu melainkan meneruskan ke jenjang berikutnya. Ini tidak dialami oleh anak yang tidak atau kurang banyak membaca.

Dan hasil penelitian tersebut menegaskan, faktor yang mempengaruhi bukan tingkat pendidikan orang tua maupun pekerjaannya. Buku jauh lebih memberikan pengaruh terhadap kecenderungan untuk lebih lama bersekolah.

Bahkan tidak harus 500 buku, cukup dengan 20 buku saja anak sudah termotivasi untuk belajar lebih lama. Studi pendahuluan yang menyertai penelitian itu juga mengungkap, buku sejarah dan ilmu pengetahuan memberikan efek lebih besar dibandingkan jenis buku yang lain.
sumber : http://health.detik.com/read/2010/05/25/094524/1363481/764/minat-belajar-anak-besar-jika-di-rumah-ada-20-buku-bacaan?l991101755
READ MORE - Minat Belajar Anak Besar Jika di Rumah Ada 20 Buku Bacaan

Labels

About This Blog

  © Blogger template 'External' by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP