Senin, 04 April 2011

AS Tertarik Ajaran Toleransi Sunan Kudus


KUDUS, KOMPAS.com - Para pelaku studi kebudayaan dan perbandingan agama-agama di Amerika Serikat tertarik mengetahui lebih lanjut ajaran toleransi antarumat beragama Sunan Kudus. Mereka menilai ajaran itu mampu menjadi bahan refleksi negara-negara lain yang bertikai atas nama agama.  

Pengajar kebudayaan dan perbandingan agama-agama Universitas Arizona, Amerika Serikat, Prof Mark Woodward, menyatakan hal itu di Kudus, Jawa Tengah. Pernyataan itu mengemuka dalam dialog "Al-Quds, Jerusalem van Java" di Gedung Yayasan Menara Kudus, Sabtu (2/4/2011) malam.  

Menurut Mark, ajaran toleransi Sunan Kudus yang menarik adalah pelarangan menyembelih sapi. Waktu itu, Kudus merupakan daerah taklukan Kerajaan Demak dari Kerajaan Majapahit.  

Sebagian besar warganya beragama Hindu. Untuk menghormati mereka, Sunan Kudus meminta para pengikutnya tidak boleh menyembelih sapi.  

"Sampai sekarang ajaran itu masih dianut masyarakat Kudus. Tidak mengherankan jika di Kudus terkenal dengan kuliner dari kerbau, bukan sapi, seperti sate dan soto kerbau," kata Mark.  

Penulis "Al-Quds, Jerusalem in Java" itu mengemukakan, Sunan Kudus tidak pernah menutup Kudus bagi orang beragama lain. Dia ingin setiap pemeluk agama bergandengan tangan membangun kesucian dengan keyakinan dan cara masing-masing.  

Tidak mengherankan jika Sunan Kudus menamakan kota taklukan itu sebagai Al-Quds yang berarti suci atau kudus. Nama Al-Quds itu berasal dari sebuah kota kuno di Yerusalem, dekat Masjid Al-Aqsa.  

"Sunan Kudus membawa pula sebuah batu dari masjid itu dan meletakkannya di mimbar Masjid Menara hingga kini," kata Mark.  

Mark menambahkan, potret toleransi antarumat beragama di Kudus itu bakal menjadi materi diskusi di Timur Tengah, India, dan Pakistan. Tujuannya adalah memberi gambaran pola hidup berdampingan antarumat beragama kepada kelompok-kelompok yang bertikai.  

Secara terpisah, Penulis buku "Jejak Perjuangan Sunan Kudus dalam Membangun Karakter Bangsa", Nur Said, mengatakan, Sunan Kudus selalu mengedepankan hidup berdampingan dan membangun kedamaian antarsesama. Hal itu tergambar jelas dalam filosofi hidup orang Kudus, yang konon kerap disuarakan Sunan Kudus.  

"Yen sira landep aja natoni, yen sira banter aja nglancangi, yen sira mandi aja mateni (apabila perkataan Anda tajam jangan untuk menyakiti, apabila Anda cepat jangan saling mendahului, apabila Anda memiliki kesaktian janganlah untuk membunuh)," kata Nur Said.

Penulis: Alb. Hendriyo Widi Ismanto | Editor: Tri Wahono
Minggu, 3 April 2011 | 22:15 WIB
sumber : http://oase.kompas.com/read/2011/04/03/22153122/AS.Tertarik.Ajaran.Toleransi.Sunan.Kudus
READ MORE - AS Tertarik Ajaran Toleransi Sunan Kudus

Rabu, 23 Februari 2011

Kalla: Berilah Contoh Lewat Buku!

JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Umum Palang Merah Indonesia M Jusuf Kalla mengatakan, tanpa buku, suatu bangsa tidak akan maju. Namun, di Indonesia, toko buku justru sulit dijumpai.

"Buku seharusnya menjadi kebutuhan. Membaca justru akan jadi hobi yang bermanfaat. Membudayakan membaca harus terus dilakukan tanpa henti," kata Kalla dalam pembukaan Kompas Gramedia Fair di Istora Bung Karno, Jakarta, Rabu (23/2/2011).

Menurut Kalla, cara paling baik untuk menumbuhkan minat baca adalah dengan memberikan contoh. Di keluarga, orangtua harus menjadi contoh nyata suka membaca. Dalam memberi hadiah untuk anak, misalnya, seharusnya lebih sering memberi buku-buku bacaan sesuai umur dibandingkan dengan games atau handphone.

"Dari contoh yang diperlihatkan kepada anak, nanti jadi kebiasaan. Lalu jadi kebutuhan dan hobi yang tidak putus. Dengan demikian, permintaan atas buku semakin banyak dan buku pun berkembang dalam banyak aspek," papar Kalla.

Pada pembukaan Kompas Gramedia Fair itu juga diluncurkan buku Pak Kalla dan Presidennya. Buku tersebut ditulis wartawan Kompas Wisnu Nugroho.
sumber : edukasi.kompas.com/read/2011/02/23/18495813/Kalla.Berilah.Contoh.Lewat.Buku.
READ MORE - Kalla: Berilah Contoh Lewat Buku!

Senin, 23 Agustus 2010

Rencana Perpustakaan Daerah Akrabi Pembaca Anak-Anak

Relakan Ruang Rapat untuk Ruang Baca 

Gagasan menggaet pembaca dari kalangan anak-anak, menjadi agenda terbaru Perpustakaan Daerah (Perpusda). Dengan konsep friendly dan tidak menjemukan, akan dipersiapkan ruang khusus baca anak-anak lengkap dengan koleksi bukunya. Seperti apa?

HALIMATU HILDA, Kudus

---

IDE menyediakan ruang baca khusus anak-anak, menurut kepala Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kudus, Yuli Kasiyanto, bermula ketika ada kunjungan dari siswa sekolah dasar (SD) beberapa waktu lalu. Ia pun sangat senang, manakala ada kunjungan tersebut. Puluhan siswa datang ke perpustakaan yang sekarang berlokasi di samping GOR dan stadion Wergu Wetan, Kecamatan Kota.

Disambutlah puluhan siswa tersebut untuk menuju ke ruang baca yang ada di lantai II gedung Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah. Sesampainya di sana, para siswa, kebingungan melihat tingginya rak buku (jika dibandingkan tinggi badan mereka, Red) dan jajaran rak buku yang cukup banyak.

"Untuk menjangkaunya kan susah. Karena rak bukunya tinggi-tinggi. Belum lagi ketika melihat bukunya, mereka kebingungan," ujarnya.

Walhasil, kunjungan perpustakaan itu tidak dapat maksimal. Keinginannya untuk membaca buku ''khas" mereka urung dilakukan karena ketidaktahuan buku mana yang layak dibacanya. Apalagi, rata-rata kondisi bukunya sudah mulai usang. "Jika dilihat secara sekilas bukunya tidak ada yang menarik perhatian mereka. Meskipun sudah banyak buku baru," tambah Yuli.

Sehingga, kedatangan anak-anak kala itu malah berlari-lari ke sana kemari. Kondisi perpustakaan yang sekarang, tidak dapat mampu menyedot perhatian mereka, untuk membaca koleksi buku yang dimilikinya. Dari situlah, ia mulai tersadar, perpustakaan harus akrab terhadap golongan pembaca satu ini.

"Saya senang ada kunjungan ke perpustakaan. Tapi saya malah malu sendiri, dengan fasilitas yang ada," ungkapnya.

Semangat anak-anak mengunjungi perpustakaan, patutlah disambut gembira. Sebab, itu adalah pengalaman terbaru mereka dalam menggugah motivasi untuk menyukai buku. Manakala jika tidak didukung dengan sarana dan prasarana di perpustakaan, lanjutnya, agaknya sulit mendekati kalangan anak-anak.

"Di situlah kami berusaha memutar ide untuk menyediakan fasilitas itu. Beruntung, selain dari dana APBD, dalam tiga tahun ini kami mendapatkan dana block grant, rencananya akan kami kembangkan ke sana," ujarnya.

Rencana pengembangan itu sudah mulai dicicil. Misalkan, pengadaan koleksi bacaan yang sudah masuk dalam proses pembelian oleh rekanan. Kemudian, pembelian rak buku yang telah didatangkan. "Rak bukunya kami berikan yang pendek-pendek. Supaya mereka mudah meraihnya," tambahnya.

Selanjutnya, warna ruangan pun akan disulap dengan warna menyenangkan. Sehingga kesan menjenuhkan dan membosankan sirna. Melainkan warna cerah yang didukung dengan koleksi buku yang disesuaikan usia anak-anak, membuat perpustakaan nantinya sebagai rekreasi edukasi.

"Targetnya memang menjadi wahana rekreasi edukasi. Di mana, tidak melulu rekreasi di wahana permainan tapi dengan membaca buku pun dapat memperoleh hiburan," ungkapnya.

Untuk mewujudkan itu semua, pihaknya memang tidak perlu mengorbankan ruangan yang sudah ada. Hanya, akan memaksimalkan ruangan yang belum berfungsi dengan baik. "Kami akan gunakan ruang rapat sebagai ruang baca anak-anak. Sehingga seramai apapun tidak akan mengganggu ruang baca untuk masyarakat umum," tambahnya.

Keinginannya mewujudkan ruangan itu tidak terlepas dari keinginan membidik para generasi muda. Karena ia percaya, dengan memberikan "isian" pengetahuan yang positif sejak dini, akan membentuk karakter di masa depan.

"Buku merupakan jendela dunia. Kalau anak diperkenalkan sejak dini, tentu akan mempengaruhi karakter positif pada masa yang akan datang," harapnya. (*/rus) 
sumber : http://jawapos.com/radar/index.php?act=detail&rid=176290 
READ MORE - Rencana Perpustakaan Daerah Akrabi Pembaca Anak-Anak

Senin, 31 Mei 2010

Taman Bacaan dan Sukses Triyan

  • Oleh Agus M Irkham
ADALAH Fitriyan Dwi Rahayu. Siswa SMP Negeri 1 Karanganyar, Kabupaten Kebumen, itu tidak saja ditelepon Presiden SBY, tapi juga dicium Gubernur Bibit Waluyo. Telepon dan cium itu didapatkan Triyan, sapaan akrabnya,  lantaran dia memeroleh nilai ujian nasional (UN) tertinggi tingkat nasional.  Nilai yang dicapai dari 4 mata pelajaran hampir sempurna yakni 39,8 atau dengan nilai rata-rata 9,95.

Apa rahasianya, hingga Triyan mampu mendapatkan nilai hampir sempurna? Ini yang tidak banyak diungkap, salah satunya adalah karena ia rajin membaca. Membaca apa saja. Kebetulan rumah orang tuanya, menjadi tempat perpustakaan umum kelurahan (TBM, taman bacaan masyarakat). Tidak kurang 5.000 eksemplar buku dan majalah terdapat di TBM tersebut.

Di sinilah Triyan banyak menghabiskan waktu menurutkan kegemarannya membaca. Kebiasaan membaca tersebut membuat Triyan merasa lebih mudah saat  memelajari/belajar sesuatu. Apa pun itu. Termasuk mata pelajaran sekolah. Buat penyuka novel Laskar Pelangi ini, membaca sama dengan belajar.

TBM merupakan salah satu program aksi peningkatan dan pengembangan budaya baca. Program ini digagas sebagai bentuk sikap afirmatif pemerintah Indonesia terhadap Prakarsa Keaksaraan untuk Pemberdayaan (Literacy Initiative for Empowerment-LIFE) canangan UNESCO. Inisiatif tersebut dipahami sebagai kerangka kerja strategis global sebagai kunci mekanisme pelaksanaan untuk mencapai tujuan dan sasaran Dasawarsa Keaksaraan PBB (United Nations Literacy Decade-UNLD) pada skala internasional.

Secara khusus TBM dimaksudkan pula untuk mendukung program pendidikan keaksaraan sehingga para aksarawan baru tidak menjadi buta aksara kembali akibat ketiadaan sarana pendukung untuk mempertahankan kemampuan membaca. Dengan deskripsi yang berbeda, TBM merupakan sarana pembelajaran dan hiburan masyarakat, serta sarana untuk memperoleh informasi.

Harapannya pada masyarakat masyarakat akan tumbuh minat, kecintaan, serta kegemaran membaca dan belajar,  sehingga dapat memperkaya pengetahuan, wawasan tentang perkembangan ilmu pengetahuan, pemahaman norma dan aturan, sekaligus juga dalam hal pemberdayaan masyarakat. (Dikmas, 2009).

Sampai dengan akhir 2007, jumlah TBM di Jawa Tengah tak kurang ada 281. Cukup tinggi mengingat tahun 2003-2005 masih 139. Peningkatan jumlah tersebut erat kaitannya dengan program pengentasan buta huruf yang digeber pemprov. Hal ini wajar karena angka buta huruf masih terbilang tinggi.
Tingkat Kemiskinan Sampai dengan akhir 2008, jumlah penduduk buta aksara berusia 15 tahun ke atas 1.872.694 orang (674.170 laki-laki, dan 1.198.524 perempuan). Jumlah total itu sekitar 7,80 persen dari total angka buta huruf nasional yang berjumlah 10.162.410 orang. Jumlah penduduk buta huruf tersebut, jika dilihat dari angka absolutnya—dibandingkan dengan 32 provinsi lainnya—Jawa Tengah menduduki peringkat kedua, setelah Jawa Timur. Padahal berdasarkan riset literasi  UNESCO ada pertalian erat antara kebutahurufan dan  tingginya tingkat kemiskinan.

Berdasarkan beberan angkaa tersebut, fokus kegiatan TBM memang belum bisa dilepaskan dari program pengentasan buta huruf dan ’’merawat’’ yang sudah melek huruf agar tidak kembali menjadi buta huruf. Hanya saja, andai kedua fokus kegiatan tersebut 100 persen tercapai, pertanyaan besarnya adalah program apa lagi yang harus dilayankan ke masyarakat?

Pada titik itu, saya kira kisah sukses Triyan mendapati dasarnya. TBM harus pula memberikan fasilitasi pada anak-anak sekolah (siswa) baik SD, SMP, maupun SMA. Bentuk fasilitasi itu berupa penyediaan buku bermutu, penuh inspirasi, memberdayakan, serta sesuai dengan tingkat kebutuhan (preferensi) siswa. Ini penting, karena hanya pada siswa yang gemar membaca sajalah, mata pelajaran rumit dapat dipahami secara lebih mudah. 
Selain itu banyak membaca akan memberikan pula beragam perspektif kepada siswa.

Mereka akan mengenakan banyak ’’kacamata’’ saat memandang satu situasi. Yang tak kalah penting, melalui aktivitas membaca mereka akan dihadapkan pada satu dunia yang penuh dengan kemungkinan, harapan, kesempatan, dan cita-cita. (Rahmawati-Ed, 2002).

Perluasan kelompok sasaran TBM ini sekaligus bisa melengkapi, untuk tidak menyebut menutupi, bolongnya sistem di pendidikan (sekolah) kita. Lubang itu berupa kondisi perpustakaan sekolah yang hidup segan mati tak mau. Adanya tidak menggenapkan, ketiadaannya tidak mengganjilkan. (10)

— Agus M Irkham, editor dan penulis buku, Kabid Penelitian dan Pengembangan Pengurus Pusat Forum TBM

sumber : http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2010/05/22/110403/10/Taman-Bacaan-dan-Sukses-Triyan-
READ MORE - Taman Bacaan dan Sukses Triyan

Labels

About This Blog

  © Blogger template 'External' by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP